Rabu, 24 Februari 2016

Pembalap yang belum mendunia tapi sudah lebay atau penggiat musik yang sudah mendunia tapi tidak lebay.

Tidak ada komentar :
Rio Haryanto, si pembalap yang belum mendunia tapi sudah lebay. Pemberitaan media akhir-akhir ini dihangatkan dengan cerita si Rio yang hendak mau balapan tapi tak punya uang. Pembalap muda yang berbakat nan ambisius ini dengan alih-alih membanggakan merah putih berharap mendapat dukungan dana dari pemerintah. Lebaynya si Rio ini apa karena memang berniat seperti itu atau media mengarahkan kelebayannya menjadi-jadi? Pemberitaan media seperti menitipkan sebuah pesan kepada masyarakat seolah pemerintah tidak peduli kepada anak bangsa yang berbakat.

Sambil menikmati kopi hitam yang hangat di saat hujan menghiasi sore yang dingin, kita boleh membuka cerita-cerita lain yang menarik. Eh apa sih, lanjut bahas tentang tulisan ini lagi sajalah....

Cerita masa lalu yang perlu diingat kembali tentang juara dunia tiga kali Formula 1, Niki Lauda. Niki Lauda memulai karir balapannya hingga menjadi raja di Formula 1 membutuhkan proses yang unik dan penuh drama. Bakat pembalap kelahiran 22 Februari 1949 sudah terlihat saat ia masih kecil dan belum berbahaya. Dia sering meminjam mobil BMW pamannya untuk balapan dan belajar permesinan. Saat usia 18 tahun, ia mulai pamer semangat muda dan mulai berbahaya dengan mengikuti balapan gunung.

Lauda merayu sebuah bank untuk mendukungnya balapan saat usianya 21 tahun. Obsesi untuk mengikuti balapan Formula II penuh tantangan, saat pihak bank menolak mendukung si Lauda karena larangan oleh kakeknya sendiri. Apa Lauda merengek-rengek ke negaranya saat itu? atau media mengarahkan kalau negaranya tidak mendukung si Lauda? Lauda tidak mati akal ketika tidak mendapat bantuan dari bank tersebut. Lauda berjuang keras untuk mendapatkan pinjaman uang agar bisa mengikuti balapan Formula II. Usahanya akhirnya berbuah manis, Lauda mendapatkan pinjaman dan ia mencicil pinjamannya dari balapan Formula II yang diikutinya. Tidak berhenti disitu saja, Ambisi Lauda ingin mencoba tantangan lebih kece lagi saat ia berkeinginan untuk ikut balapan formula I. Hal yang sama terulang kembali, kesulitan biaya terjadi kembali saat ingin mengikuti ajang balapan mobil paling bergengsi di dunia. Apakah si Lauda ini dengan alih-alih membawa bendera negara Austria berharap mendapat dukungan negaranya? Tanpa dukungan negara, Lauda berjuang mencari biaya sendiri untuk mengikuti Formula I. Apakah Lauda lupa untuk mengikabarkan bendera Austria saat memenangkan juara dunia Formula I sebanyak tiga kali? Ada atau tidaknya bantuan dana dari negaranya, si Lauda tetap bangga mengibarkan bendera Austrianya.

Kopi hitamku sudah mulai menyentuh landasan wadahnya nih. Sebelum dilanjut lagi ceritanya, memesan segelas kopi hitam lagi adalah pilihan yang tepat. Kopi hitam sudah datang, saatnya cerita dilanjutkan kembali....

Rio adalah salah satu anak bangsa yang berbakat dalam balapan. Mungkin dia satu-satunya orang Indonesia saat ini paling kece dalam dunia balapan. Jika cerita perjuangan si Rio ini agak-agak mendekati drama perjuangan si Lauda, pastilah kebanggaan utuh padanya. Drama yang dimunculkan media terkait perjuangan si rio memberikan kesan Rio itu pembalap alay. Mau balapan saja minta-minta uang negara pula kawan ini. 

Apakah cuma si Rio ini saja anak bangsa yang berkeinginan membanggakan negara Indonesia? Ya, jelas tidak, ya. Sambil menyeruput nikmatnya kopi, bolehlah memalingkan pandangan ke perhelatan Grammy Awards. Perhelatan yang berlangsung pada bulan Februari ini memberikan kesan berbeda untuk negara Indonesia. Tidak sedikit orang yang berharap bisa masuk nominasi Grammy Awards, termasuk orang-orang kece dari Indonesia. 

Bangga tidak kalau lagu yang berbahasa Indonesia dinyanyikan oleh ribuan orang yang berasal dari berbagai negara? Itulah terjadi saat lagu yang dibawakan Sidney Mohede dan Sari Simorangkir "Kau Rajaku" diputar pada perhelatan super kece dan didambakan ribuan artis sedunia itu. Lagu "Kau Rajaku" yang masuk dalam album Live in Asia menjadi pemenang  kategori Gospel album terbaik pada Grammy Awards 2016. Selain Sari Simorangkir dan Sidney Mohede, pasti sebagian kita mendadak senyum-senyum kaget kepada adek kecil kebanggaan Indonesia, Joey Alexander. Nama Joey ini mendadak populer ketika dirinya masuk nominasi Grammy Awards kategori Improvised Jazz Solo. Walapun tidak menjadi pemenang dalam kategori ini, si Joey berhasil mengukir kisah yang indah pada perhelatan ini. Penampilan Joey pada saat Grammy Awards berhasil memukau seluruh hadirin yang hadir saat itu, terlihat dari standing ovation seluruh penonton. Ini linknya jika penasaran, loh, ya: https://www.youtube.com/watch?v=JWxC9P9rvV0.

Kopi hitam gelas kedua tak terasa berlalu tetapi tulisan ini belum selesai. Lamanya tulisan ini selesai karena menikmati penampilan si Joey hingga lupa kalau sedang menulis.

Joey Alexander, Sari Simorangkir dan Sidney Mohede, tiga orang Indonesia ini telah mengharumkan nama bangsa pada Grammy Awards 2016. Apakah ketiga orang ini merengek-rengek kepada negara untuk dibiayai tiket pesawat mereka? Walaupun mereka sudah mendunia dan membanggakan Indonesia tapi mereka tidak lebay.

Tulisan ini dibuat karena gerah melihat pemberitaan di media. Media menyiarkan seolah negara ini ada hanya untuk mengurusi satu orang berbakat saja.

Kopi hitam sudah habis dua gelas dan kawan sudah mengajak untuk makan mie ayam. Saatnya tulisan ini disudahi saja sebelum lapar menggangu.

Kebanggaan seperti apa yang lupa untuk kau banggakan....
Read More